Target Eliminasi HIV dan IMS 2030: Kemenkes RI Pacu Edukasi, Deteksi Dini, dan Layanan Kesehatan Reproduksi
- account_circle Tim Redaksi
- calendar_month Ming, 22 Jun 2025
- visibility 5
- comment 0 komentar

Dengan strategi yang menyeluruh dan berbasis data, pemerintah berharap dapat menekan laju penularan HIV dan IMS di Indonesia, demi generasi masa depan yang lebih sehat dan berdaya.
REGIONINDONESIA.COM – Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya untuk mengeliminasi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2030. Kementerian Kesehatan RI menyatakan, upaya sistematis akan difokuskan pada perluasan edukasi, peningkatan deteksi dini, serta akses pengobatan yang merata dan berkelanjutan.
Melansir laman resmi Kemenkes RI, Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius, dengan menduduki peringkat ke-14 dunia untuk jumlah Orang dengan HIV (ODHIV) dan peringkat ke-9 untuk infeksi baru HIV. Diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 564.000 ODHIV, namun baru 63% yang mengetahui statusnya. Dari jumlah itu, 67% menjalani terapi ARV, dan hanya 55% berhasil menekan jumlah virus hingga tidak terdeteksi (viral load tersupresi).
“Sebagian besar kasus HIV nasional terkonsentrasi di 11 provinsi prioritas,” ungkap dr. Ina Agustina, Direktur Penyakit Menular Kemenkes, dalam temu media daring, Jumat (20/6).
Provinsi tersebut mencakup DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bali, Banten, Kepulauan Riau, Papua, Papua Tengah, dan Sulawesi Selatan.
IMS Meningkat, Usia Penderita Makin Muda
Sementara tren HIV relatif stagnan dalam tiga tahun terakhir, jumlah kasus IMS justru meningkat tajam, termasuk pada kelompok usia muda. Data Kemenkes mencatat 23.347 kasus sifilis pada tahun lalu, dengan 19.904 di antaranya sifilis dini dan 77 kasus sifilis kongenital (ditularkan dari ibu ke bayi). Gonore juga tercatat tinggi dengan 10.506 kasus, terbanyak di DKI Jakarta.
“IMS bukan hanya isu personal, ini masalah kesehatan masyarakat. Dan tren kasusnya kini meningkat pada usia remaja 15–19 tahun,” tegas dr. Ina.
Penularan HIV dan IMS, menurut Kemenkes, banyak terjadi di populasi kunci seperti laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), waria, pekerja seks perempuan, dan pengguna napza suntik. Namun di wilayah seperti Papua, penularan sudah menyebar ke populasi umum, dengan prevalensi mencapai 2,3%.
Pentingnya Skrining dan Pendidikan Seksual Komprehensif
Dalam kesempatan yang sama, Dr. dr. Hanny Nilasari, spesialis kulit dan kelamin dari FKUI-RSCM, menekankan pentingnya skrining rutin dan edukasi menyeluruh terkait kesehatan reproduksi.
“Banyak IMS yang tak bergejala, terutama pada perempuan. Jika tidak ditangani, bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti radang panggul, kehamilan ektopik, infertilitas, bahkan kematian neonatal,” jelas dr. Hanny.
Gejala umum IMS antara lain luka atau lenting di area kelamin, cairan abnormal dari vagina atau penis, nyeri saat buang air kecil, ruam, dan pembengkakan kelenjar. Penularan bisa terjadi melalui hubungan seksual (oral, vaginal, anal), transfusi darah, penggunaan jarum suntik bersama, serta dari ibu ke anak saat kehamilan atau menyusui.
Target 2030: 95-95-95 dan Triple Elimination
Kemenkes menargetkan tercapainya strategi 95-95-95 pada 2030:
- 95% ODHIV mengetahui statusnya,
- 95% dari mereka menjalani pengobatan ARV,
- 95% dari yang diobati mencapai supresi virus.
Pemerintah juga mendorong eliminasi sifilis dan gonore hingga 90%, serta inisiatif triple elimination penularan HIV, sifilis, dan hepatitis B dari ibu ke anak.
Hingga saat ini:
- Layanan tes HIV tersedia di 514 kabupaten/kota,
- Layanan IMS ada di 504 kabupaten/kota,
- Tes viral load tersedia di 192 kabupaten/kota.
ABCDE: Strategi Pencegahan Kemenkes
Upaya pencegahan terus digaungkan melalui pendekatan ABCDE, yakni:
- Abstinence (tidak berhubungan seks sebelum menikah),
- Be faithful (setia pada satu pasangan),
- Condom (gunakan kondom untuk kelompok berisiko),
- Drugs (hindari narkoba),
- Education (edukasi dan kesadaran masyarakat).
- Penulis: Tim Redaksi
Saat ini belum ada komentar