Skandal Rp53,7 Miliar di Kemnaker: KPK Tetapkan 8 Tersangka Dugaan Korupsi RPTKA
- account_circle Redaksi
- calendar_month Kam, 5 Jun 2025
- visibility 3
- comment 0 komentar

Penyidikan masih terus berlangsung. KPK membuka peluang adanya penetapan tersangka baru berdasarkan hasil penelusuran aliran dana yang masih dikembangkan.
REGIONINDONESIA.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap kasus korupsi besar. Kali ini melalui siaran persnya, delapan pejabat dan staf Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Kamis (5/6/2025).
Delapan tersangka yang ditetapkan berasal dari berbagai jabatan strategis di lingkungan Direktorat Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) serta Direktorat Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA). Mereka adalah:
- SH, Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker 2020–2023
- HY, Direktur PPTKA 2019–2024 dan Dirjen Binapenta & PKK 2024–2025
- WP, Direktur PPTKA 2017–2019
- DA, Koordinator Uji Kelayakan PPTKA 2020–2024 dan Direktur PPTKA 2024–2025
- GTW, Kasubdit Maritim dan Pertanian, serta Koordinator Bidang Analisis TKA
- PCW, JMS, dan ALF, staf Direktorat PPTKA
KPK mengungkap bahwa para tersangka diduga memeras perusahaan dan agen yang mengajukan RPTKA, sebuah dokumen wajib bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA).
Modusnya: memperlambat proses dengan dalih kekurangan dokumen, lalu memberikan “jalur cepat” kepada pihak yang menyetor sejumlah uang.
Dana suap itu dikumpulkan secara sistematis melalui transfer ke rekening penampung dan digunakan untuk kepentingan pribadi, pembelian aset, serta dibagikan ke pegawai lainnya. Dalam rentang waktu 2019 hingga 2024, total uang hasil pemerasan yang diduga terkumpul mencapai Rp53,7 miliar.
KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Kasus ini menegaskan pentingnya reformasi tata kelola sektor ketenagakerjaan. Korupsi semacam ini mencoreng upaya kita membangun iklim bisnis dan investasi yang sehat di Indonesia,” ungkap juru bicara KPK.
KPK juga menekankan bahwa sektor ketenagakerjaan merupakan bagian vital yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat, serta menjadi salah satu indikator dalam Indeks Persepsi Korupsi global, seperti yang dinilai oleh World Economic Forum.
- Penulis: Redaksi
Saat ini belum ada komentar